Kata ‘filsafat’
berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘philosophia’ . Kata philosophia
merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Arti Kata
Filsafat. Philos berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia memiliki arti
kebijaksanaan, pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata
philosophia adalah cinta pengetahuan. Atau dengan kata lain bisa juga diartikan
sebagai orang yang senang mencari ilmu dan kebenaran. Plato dan Socrates dikenal
sebagai philosophos (filsuf) yaitu orang yang cintai pengetahuan.
Filsafat dalam arti
sekarang mulai dekenal sejak zaman Yunani kuno. Para toko filsafat pada waktu
itu adalah Socrates, Plato dan Aristotales. Scrotes mengajarkan bahwa manusia
habur mencari kebenaran dan kebijakan dengan cara berpikir secara dialektis.
Plato mengatakan kebenarannya hanya ada di alam ide yang bisa diselami dengan
akal, sedangkan Aristoteles merupakan peletak dasar empirisme, yaitu kebenaran
harus dicari melalui pengalaman panca indera.
Para tokoh filsafat di
atas yang kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh yang lain, walaupun pandangan
mereka belum tentu sama membuahkan suatu pemahaman tentang filsafat, Filsafat
ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke
akar-akarnya. Sesuatu di sini dapat berarti terbatas dan membatasi diri akan
hal tertentu saja. Bila berarti terbatas, filsafat membatasi diri akan hal
tertentu saja. Bila berarti tidak terbatas, filsafat membahas segala sesuatu
yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum. Sementara itu filsaat
yang terbatas ialah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni, dan
sebagainya.
Filsafat membahas
sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat
adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu
yang sifanya relatif. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa
diamati oleh manusia saja. Sesunggunya isi alam yang dapat diamati hanya
sebagian kecil saja. Diibaratkan mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat
yang di atas permukaan lau saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami
sampai ke dasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui
pikiran dan renungan yang kritis.
Dalam garis besarnya ada
empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistemologi, logika, dan etika, dengan
kandungan materi masing-masing sebagai beriktu:
a.
Metafisika
ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat di
alam ini.
b.
Epistemologi
ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran.
c.
Logika
ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar. Dengan
memahami filsafat logika diharapkan semua manusia bisa berpikir dan
mengemukakan pendapat secara tepat dan benar.
d.
Etika
ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia. Nilai dan norma
masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini.
Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk
mengembangkan perilaku manusia, antara lain afeksi peserta didik.
2.1.2. Ilmu
Ilmu (atau ilmu
pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar
pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan
teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut
filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Suatu ilmu baru muncul
setelah terjadi pengkajian dalam filsafat. Filsafat merupakan tempat berpijak
bagi kegiatan pembentukan ilmu itu. Dikatakan selanjutnya bahwa setelah itu
ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, dalam rangka menyempurkan
kemenangan ini untuk membentuk ilmu sebagai pengetahuan yang dapat diantalkan.
Setelah penyerahan dilakukan, ilmu terwujud, maka filsafat pun pergi.
Jujun (1985) menulis
bahwa filsafat, meminjam pemikiran Will Durant, dapat diibaratkan pasukan
marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infantri dalam suatu
invasi militer ke sebuah pulau. Pasukan infantri baru bisa masuk dan berfungsi
setelah pantai dikuasai oleh pasukan marinir. Penggambaran di atas yang
mengibarakan filsafat sebagai pasukan marinir dan ilmu sebagai pasukan infantri
menambah kejelasan kita tentang jasa filsafat terhadap berbagai bidang ilmu.
Karena itu filsafat dikatakan sebagai induk dari semua bidang ilmu. Dan
filsafatlah ilmu-ilmu itu lahir.
Ketika ilmu baru muncul,
baru terlepas dan filsafat sebagai induknya, ilmu masih punya pertautan dengan
filsafat. Pada taraf ini ilmu masih menggunakan norma-narma filsafat yaitu
norma-norma tentang bagaimanan seharusnya. Penemuan-penemuan ilmiah masih
dikonfirmasikan kepada norma-norma filsafat.
Pada taraf selanjutnya,
ilmu menyatakan dirinya otonom, ia bebas sama sekali dengan konsep-konsep dan
norma-norma beradasarkan apa adanya di lapangan. Ilmu mengemukakan hakikat alam
beserta isisnya sebagaimana adanya, bebas dari norma-norma yang diciptakan oleh
manusia.
Jujun (1981) membagi
proses perkembangan ilmu menjadi dua bagian yang saling berkaitan satu dengan
yang lain, yaitu:
a.
Tingkat
empiris ialah ilmu yang baru ditemukan di lapangan, ilmu yang masih berdiri
sendiri-sendiri, baru sedikit bertautan dengan penemuan lain yang sejenis. Pada
tingkat wujud ilmu belum utuh, masing-masing sesuai dengan misi penemuannya
karenan belum lengkap.
b.
Tingkat
penjelasan atau teoretis, ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu struktur
teoretis. Dengan struktur ini ilmu-ilmu empiris yang masih terpisah-pisah itu
dicari kaitannya satu dengan yang lain dan dijelaskan sifat kaitan itu. Dengan
cara ini struktur berusaha mengintegrasikan ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu
pola yang berarti.
Dengan uraian di atas jelas
kita sudah berkenalan dengan ilmu empiris berupa simpulan-simpulan penelitian
dan konsep-konsep serta teoretis dalam bentuk teori-teori. Setiap ilmuan
seharusnya tidak merasa puas dengan menemukan konsep-konsep saja, melainkan
perlu diteruskan sampai terbentuk suatu teori.
2.1.3. Ilmu Pendidikan
Pendidikan adalah
merupakan salah satu bidang ilmu. Sama halnya dengan ilmu-ilmu yang lain,
pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat. Sejalan dengan proses
perkembangan ilmu, ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari
induknya. Pada awalnya pendidikan berada bersamaan dengan filsafat sebaba
filsafat tidak pernah bisa membebaskan diri dengan pembentukan manusia.
Filsafat diciptakan oleh manusia untuk kepentingan memahami kedudukan manusia,
pengembangan manusia, dan peningkatan hidup manusia.
Pada abad ke-18 ada satu
hal yang menonjol patut diketahui ialah gerakan nasionalisme. Pada zaman ini
filsafat hidup manusia dikuasai oleh keinginan yang kuat untuk membentuk negara
sendiri. Sebab itu muncullah pendidikan nasional di sejumlah wilayah yang
berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara sendiri. Dengan salah satu
akibat negatif ialah timbulnya sifat kegilaan terhadap tanah air (Chufinisme)
di Jerman yang melahirkan bencana tanah air.
Pada zaman nasionalisme
itulah pendidikan sebagai ilmu mulai muncul. Zaman ini dikatakan sebagai
kebangkitan ilmu Pendidikan, sebab komponen-komponen ilmu itu mulai lengkap. Ilmu
Pendidikan telah memisahkan diri secara sempurna dari induknya yaitu filsafat.
Ilmu pendidikan adalah
ilmu yg mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik.
2.2. Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan
ialah pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai ke akar-akarnya mengenal
pendidikan. Ada sejumlah filsafat pendidikan yang dianut oleh bangsa-bangsa di
dunia. Namun demikian filsafat itu menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai
berikut:
a.
Apakah
pendidikan itu?
b.
Apa
yang hendak ia capai?
c.
Bagaimana
cara terbaik merealisasi tujuan-tujuan itu?
Zanti Arbi (1988) menceritakan maksud filsafat
pendidikan sebagai berikut:
·
Mengispirasikan
·
Menganalisis.
·
Mempreskriptifkan
·
Menginvestigasi
Maksud menginspirasikan adalah
memberi inspirasi kepada pendidik untuk melaksanakan ide tertentu dalam
pendidikan. Melalui filsafat tentang pendidikan, filosof memaparkan idenya
bagaiamana pendidikan itu, ke mana diarahkan pendidikan itu, siapa saja yang
patut menerima pendidikan, dan bagaimana cara mendidik serta peran pendidik.
Ide-ide ini didasari oleh asumsi-asumsi tertentu tentang anak manusia, masyarakat
atau lingkungan , dan negara. Salah satu contoh filsafat menginspirasikan
adalah buku Emile karya Rousseau. Dia ingin memberi inspirasi kepada
para pendidik tentang pendidikan naturalis, atau mempengaruhi para pendidik
untuk mengikuti idenya mengenai pendidikan alami. Dalam buku ini Rousseau
menceritakan bahwa anak-anak tidak perlu diarahkan atau melalui metode-metode
tertentu. Mereka cukup dihindarkan dari kemungkinan kena bencara berat sajar.
Selebihnya biarlah mereka berkembang sendiri di alam, biar alam yang mendidik
mereka, biar mereka mendapat pengalaman langsung sendiri-sendiri. Dari
pengalaman-pengalaman ini mereka akan belajar banyak dan berkembang secara
perlahan-lahan.
Sementara itu yang dimaksud
dengan menganalisis salam filsafat pendidikan adalah memeriksa secara teliti
bagian-bagisan pendidikan agar dapat diketahui secara jelas validitasnya. Hal
ini perlu dilakukan agar dalam menyusun konsep pendidikan secara utuh tidak
terjadi keancuan, tumpang tindih, serta arah yang simpang siur. Dengan demikian
ide-ide yang kompleks bisa dijernihkan terlebih dahulu, tujuan pendidikan yang
jelas, dan alat-alatnya juga dapat ditentukan yang tepat.
Menpreskriptifkan dalam
filsafat pendidikan adalah upaya menjelaskan atau memberi pengarahan kepada
pendidik melalui filsafat pendidikan. Yang dijelaskan bisa berupa hakikat
manusia bila dibandingkan dengan makhluk lain, aspek-aspek peserta didik yang
patut dikembangkan:
o Proses
perkembangan itu sendiri
o Batas-batas
bantuan yang bisa diberikan kepada proses perkembangan itu sendiri,
o Batas-batas
keterlibatan pendidik, arah pendidikan yang jelas, target-targetpendidikan bila
dipandang perlu,
o Perbedaaan
arah pendidikan bila diperlukan sesuai dnegan kemampuan, bakat, dan minat
anak-anak.
Maksud menginvestigasi
dalam filsafat pendidikan adalah untuk memeriksa atau meneliti kebenaran suatu
teori pendidikan. Pendidik tidak dibenarkan mengambil begitu saja suatu konsep
atau teori pendidikan untuk dipraktikan di lapangan. Pendidik seharusnya
mencari sendiri konsep-konsep pendidikan di lapangan atau melalui
penelitian-penelitian. Untuk sementara filsafat pendidkan bisa dipakai latar
pengetahuan saja. Selanjutnya setelah pendidik berhasil menemukan konsep,
barulah filsafat pendidikan dimanfaatkan untuk mengevalusinya, atau sebagai
pembanding, untuk kemungkinan sebagai bahan merevisi, agar konsep pendidikan
itu menjadi lebih mantap.
Sesudah membahasa
tentang pernyataan-pernyataan dan maksud-maksud filsafat pendidikan, dapatlah
kita menggambarkan apa sesungguhnya yang diinginkan oleh filsafat pendidikan.
Para filsuf, melalui karya filsafat pendidikan, berusaha menggali ide-ide baru
tentang pendidikan, yang menurut pendapatnya lebih tepat ditinjau dari
kewajaran kebenaran peserta didik dan pendidik maupun ditinjau dari latar
geografis, sosiologis, dan budaya suatu bangsa. Dari sudut pandangan keberadaan
manusia akan menimbulkan aliran Perennialis, Realis, Empiris, Naturalis, dan
Eksistensialis. Sedangkan dari sudut geografis, sosialis, dan budaya akan
menimbulkan aliran Esensialis, Tradisionalis, Progresivis, dan
Rekonstruksionis. Dengan catatan aliran-aliran baru sangan mungkin akan muncul
di kemudian hari.
2.3. Filsafat Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia belum
punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau
budaya Indonesia tentang pengertian pendidikan dan cara-cara mencapai tujuan
pendidikan. Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar
negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia.
Sumber-sumber konsep
pendidikan di Indonesia didapat dengan cara belajar di luar negeri, atau dengan
cara melakukan studi banding. Dan yang paling banyak dilakukan adalah dengan
mendatangkan buku atau membeli buku dari negara lain. Kalaupun ada usaha menyusun
sendiri konsep pendidikan sebagian besar juga bersumber dari buku-buku ini.
Memang benar ada sejumlah konsep pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari
dalam negeri sendiri. Tetapi konsep-konsep itu sendiri belum dikaji lebih
lanjut melalui penelitian-penelitian pendidikan.
Karena itu perlu
dirintis dengan segera filsafat pendidikan yang cocok dengan kondisi serta
budaya Indoensia. Suatu filsafat pendidikan yang dijabarkan dari filsafat
Pancasila segabai filsafat negara kita. Kita memerlukan alat pendidikan yang
pasti dan tepat untuk mencapai tujuan. Alat itu adalah teori pendidikan yang
diwarnai oleh budaya bangsa Indonesia.
Untuk bisa membentuk
teori pendidikan Indonesia yang valid, terlebih dahulu dibutuhkan filsafat
pendidikan yang bercorak Indonesia yang memadai. Filsafat ini akan menguraikan
tentang:
a.
Pengertia
pendidikan yang jelas, yang satu, dan berlaku di seluruh tanah air.
b.
Tujuan
pendidikan, yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh
sila-sila Pancasila.
c.
Model
pendidikan, yang membahas tentang model pendidikan di Indonesia yang tepat.
d.
Cara
mencapai tujuan, yaitu segi teknik dan pendidikan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar